Choose You: Chapter 15

Suka atau tidak, Shin Hye harus tetap menerima bahwa sekarang dirinya tengah hamil. Anehnya, sama sekali tidak ada pikiran-pikiran aneh seperti melakukan aborsi terhadap kandungannya meski Shin Hye mengatakan tidak ingin hamil terlebih dahulu untuk sekarang. Ia bersyukur pikiran jahat itu tidak pernah terlintas diotaknya, entah apa yang akan terjadi kedepannya jika sampai hal itu ia lakukan.

Karena janin didalam perutnya ini-lah, Shin Hye memutuskan untuk mencoba percaya pada Geun Suk. Pria itu berhak tahu, lagi pula ia tidak akan bisa menyembunyikan kehamilannya ini terus-menerus, perutnya akan semakin buncit dari waktu ke waktu dan berakhir dengan kecurigaan dibenak suaminya.

Seperti sekarang, ia memang sedang masak untuk makan malam tapi otaknya setia menyusun kalimat-kalimat untuk memberitahukan hal penting ini pada Geun Suk. Ia merasa sedikit tidak yakin setelah mengingat sikapnya yang cuek terhadap Geun Suk akhir-akhir ini. Shin Hye takut Geun Suk tidak akan mendengarkannya.

“Aku pulang”.

Shin Hye menghentikan sejenak kegiatannya demi menghampiri Geun Suk didepan. Dahinya mengerut bingung kala melihat Geun Suk pulang sendirian. “Yerin?”.

“Masih bersama dokter Kang, entah pria itu akan membawa Yerin kemana”. Jawab Geun Suk sambil memberikan tas serta jas dokter-nya pada Shin Hye. “Kau masak apa, kenapa harum sekali?”. Lanjutnya sambil berlalu ke ruang makan dan duduk manis disana, menunggu hidangan yang telah dimasak oleh istrinya.

“Kau tidak mau mandi dulu?”. Tanya Shin Hye sekembalinya ia dari kamar –menyimpan barang-barang Geun Suk-

“Nanti saja, apa masih lama?”.

Shin Hye mendengus geli, ia segera menyelesaikan masakannya lalu menghidangkan makanannya dihadapan Geun Suk. “Apa kau tidak makan di rumah sakit? Binar matamu seperti kau sudah setahun tidak melihat makanan saja”. Wanita itu melepas apron ditubuhnya lalu duduk disamping Geun Suk.

“Bukan seperti itu, melihat masakan istriku memang selalu membuatku lapar”.

Shin Hye tersenyum. Ia pikir ini saat yang tepat untuk mulai berbicara, namun saat melihat lahapnya Geun Suk makan, wanita itu mengurungkan niatnya dan memilih untuk menunggu sampai suaminya selesai. “Pelan-pelan”. Ujarnya lembut sambil menyodorkan air putih yang telah ia tuangkan kedalam gelas sebelumnya.

“Kau tidak makan?”.

Shin Hye menggeleng. “Sebenarnya ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu”.

“Hal penting?”.

Shin Hye mengangguk.

Geun Suk menghentikan makannya lalu meraih selembar tisu, membersihkan sekitaran mulutnya sebelum perhatiannya kini lebih fokus pada Shin Hye. “Katakan, aku senang jika kau terbuka seperti ini”.

Shin Hye tersenyum tipis, merasa bersalah karena selama ini selalu bersikap tertutup pada Geun Suk. Padahal jelas sekali jika suaminya ini selalu memasang telinga kapanpun jika Shin Hye mau berkeluh kesah atau menceritakan masalahnya. Saat inipun, Geun Suk sampai meninggalkan makanannya yang masih tersisa setengah demi mendengarkannya berbicara. Satu tetes air mata jatuh ke pipinya, Shin Hye seperti dihantam batu yang besar saat melihat sikap Geun Suk barusan.

“Jadi, hal penting itu adalah hal sedih? Apa ini berhubungan dengan Ayahmu?”.

Shin Hye menggeleng. “Bukan”.

“Katakan sayang, aku tidak pandai dalam menebak”.

Shin Hye tersenyum, ia meraih tangan kiri Geun Suk lalu menggenggam tangan hangat suaminya dengan kedua tangannya sendiri. “Aku minta maaf atas semua sikap menyebalkan yang aku perlihatkan padamu”.

Geun Suk tidak menyahut, ia menunggu Shin Hye melanjutkan kata-katanya.

“Kau pernah bertanya apakah aku akan tetap tidak peduli jika kau mencintaiku”.

“Benar”.

“Jawabanku adalah… aku peduli. Karena sebenarnya, aku pun merasakan hal yang sama sepertimu, namun aku memilih untuk menepis dan menyembunyikan perasaan itu dibalik ketakutanku yang besar. Geun Suk, bisakah aku mempercayaimu?”.

Geun Suk tidak langsung membalas. Sebagai gantinya, pria itu membawa Shin Hye duduk diatas pangkuannya. Berusaha untuk membuat tubuh rapuh istrinya menjadi tenang. “Aku mengizinkamu untuk langsung membunuhku jika suatu hari aku membuat hatimu terluka”.

Shin Hye terkekeh. “Aku pegang ucapanmu”. Lalu memeluk Geun Suk dengan erat.

“Ada hal lain yang ingin kau bicarakan?”. Tanya Geun Suk, ia membalas pelukan Shin Hye tak kalah eratnya.

“Aku hamil”.

Kedua mata Geun Suk membola, ia melepaskan pelukannya lalu menatap Shin Hye dengan tampang terkejut. “S-sejak kapan?”.

“Aku baru tahu tadi siang. Dokter klinik itu bilang aku harus ke rumah sakit untuk mengetahui lebih detail”.

“Ya Tuhan, jadi disini…”. Geun Suk mendaratkan telapak tangannya yang sedikit gemetar diatas permukaan perut Shin Hye yang masih rata. Ia tidak bisa mendefiniskan perasaan yang sedang ia rasakan sekarang, fakta bahwa ia akan menjadi seorang Ayah dalam beberapa bulan kedepan adalah hal kedua –setelah Shin Hye memutuskan untuk percaya pada Geun Suk- yang paling membahagiakan yang pernah ia rasakan selama ia hidup.

“Kau terlihat sangat bahagia”.

Perhatian Geun Suk kini teralihkan pada Shin Hye. “Tentu saja, besok akan aku temani bertemu dokter kandungan dirumah sakit”. Ujarnya lalu mengecupi wajah Shin Hye sebagai luapan rasa bahagianya.

Drrrt… drrrt…

Ponsel disaku Geun Suk mengintrupsi kegiatan sepasang suami istri ini, Geun Suk mengembalikan Shin Hye ketempat duduk semula sebelum meraih ponselnya didalam saku celana. Ia mengernyit bingung saat melihat nama dokter Kang dilayar ponselnya.

***

30 menit berlalu namun masih tidak ada tanda-tanda Geun Suk dan juga dokter lain yang membantu pekerjaan pria itu keluar dari ruang UGD. Hal itu membuat Shin hye semakin diliputi rasa khawatir ditengah lamanya ia menunggu dikursi tak jauh dari ruangan itu.

Yerin…

Beberapa waktu lalu, dokter Kang menghubungi Geun Suk untuk memberitahu bahwa keadaan Yerin tiba-tiba memburuk setelah mengalami mimisan, batuk darah dan berakhir dengan tidak sadarkan diri. Ia –Shin Hye- dan Geun Suk langsung bergegas ke rumah sakit dan setelahnya hanya tersisa Shin Hye yang menunggu sendirian dikursi tunggu sementara Geun Suk segera bergabung dengan dokter lain.

Untaian doa terus ia ucapkan didalam hatinya. Sebenarnya, ia ingin masuk kedalam. Meggenggam tangan kecil Yerin untuk memberikan gadis kecil nan cantik itu kekuatan. Tapi hal itu mustahil. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain duduk menunggu sambil tidak berhenti berdoa.

Tubuhnya refleks berdiri saat mendengar bunyi pintu terbuka. Geun Suk yang keluar pertama dari sana dengan wajah lelah serta langkah yang lesu. Membuat pikiran-pikiran buruk melayang-layang diotaknya.

“Bagaimana dengan Yerin?”. Shin Hye tidak mendapatkan jawaban, membuat wanita itu semakin takut dengan kemungkinan terburuk yang melayang diotaknya. Sebagai gantinya, wanita itu langsung mendapatkan pelukan dari Geun Suk.

“Tuhan lebih menyayangi Yerin”.

“Maksudmu dia tidak mampu bertahan?”.

Shin Hye merasakan anggukkan Geun Suk sebagai jawaban atas pertanyaannya. Detik itu juga tangis yang sedari tadi ia tahan langsung pecah ditengah sunyinya lorong sumah sakit.

Geun Suk tidak bisa melakukan apapun selain lebih mengeratkan pelukannya. Wajahnya ia dongakkan demi menghalau air mata yang hendak jatuh. Ia sangat tahu bagaimana sayangnya Shin Hye terhadap Yerin. Begitupun dengannya, ia sudah menganggap Yerin sebagai anaknya sendiri.

***

7 months later…

“Maaf ya malam ini aku hanya bisa membuatkanmu bekal sandwich”. Ujar Shin Hye sambil meletakkan tas serta jas dokter milik Geun Suk diatas meja makan.

“Ini sudah lebih dari cukup”. Geun Suk merubah posisi duduknya menjadi menyamping, menghadap Shin Hye. Tanganya ia lingkarkan dipinggang istrinya yang semakin berisi. “Appa berangkat kerumah sakit dulu ya baby, jaga Eomma dengan baik dirumah”. Lalu ia memberikan beberapa kecupan sayang diatas perut buncit Shin Hye.

“Dia selalu saja bergerak dengan aktif jika kau menyapanya”.

“Dia pasti merindukanku karena aku jarang dirumah akhir-akhir ini, maaf ya baby”. Lagi, Geun Suk memberikan kecupannya diatas perut Shin Hye.

Ting.. tong..

Suara bel mengintrupsi kegiatan Geun Suk. pria itu mengumpat pada siapapun yang bertamu malam-malam begini dan mengganggu quality time nya bersama istri dan juga anaknya. Dasar!

“Biar aku yang bukakan pintu sekalian mengantarmu kedepan”. Shin Hye meraih tangan Geun Suk dan membawa pria itu kedepan.

Pintu terbuka. Baik Shin Hye mau pun Geun Suk dibuat bingung dengan kehadiran seorang wanita yang terlihat tidak baik-baik saja. Tubuhnya sangat kurus, pucat dan wajahnya terlihat keriput, sesekali wanita itu membenarkan cardigan tipis berwarna hitam yang dipakai ditubuh kurusnya.

“Kau mengenalnya?”. Geun Suk berbisik.

Shin Hye menggeleng. Ia tidak mengenal wanita ini, wajahnya terlihat asing. “Maaf, Anda siapa?”. Tanyanya dengan sopan.

“Aku kesini untuk bertemu Park Shin Hye”.

***

TBC

 

 

 

 

 

 

Choose You: Chapter 14

 

“Shin Hye, kau tidak bisa menganggap semua laki-laki itu sama. Bagaimana pun juga, aku tidak akan pernah setara atau pun sama dengan presiden Korea.” Geun Suk berujar dengan pelan. Ia tidak suka dengan persepsi istrinya tentang semua laki-laki sama. Sama dalam artian mereka jahat, tidak punya hati. Big no! Geun Suk tidak seperti itu ya, tampangnya saja playboy tapi hatinya lembut kok, selembut kapas. Katanya.

“Aku sudah menduga balasanmu akan seperti ini. Bayangkan jika kau berada di posisi-ku saat ini, apa kau masih sanggup berbicara seperti itu?”. Shin Hye kesal. Para laki-laki dan segala sifat maha benarnya. Ia yang semula duduk bersandar dengan malas diatas sofa, kini bangkit berdiri. Ia sudah lelah dan sama sekali tidak berniat untuk melanjutkan perdebatan ini lagi. “Kau dan presiden Korea memang beda. Kau dokter sementara dia presiden, jelas sekali bedanya”. Ujarnya sebelum pergi dari sana.

“Maksudku bukan seperti itu… Shin Hye! Shin Hye! sayang!”. Geun Suk mendengus saat melihat Shin Hye tidak mengindahkan panggilannya.

Sebenanrya, dari cerita yang diceritakan Shin Hye beberapa menit yang lalu, Geun Suk sudah bisa menarik kesimpulan bahwa ketidakpercayaan Shin Hye pada laki-laki –termasuk Geun Suk- adalah karena perbuatan Ayahnya dimasa lalu.

Geun Suk akui, dilihat dari sisi manapun yang salah memang Ayah mertuanya. Apalagi beberapa waktu terakhir, Ayah mertuanya itu kembali merecoki hidup Shin Hye dengan segala ‘rengekannya’, jadilah Shin Hye semakin murka. Apalagi ia menanggung hal ini sendirian tanpa mau menceritakan pada Ibunya atau pun Geun Suk. Kalau saja tidak ada kejadian Geun Suk bertemu dengan Ayah Shin Hye, bisa dipastikan wanita itu tidak akan pernah bercerita sampai kapanpun.

Itulah salah satu sifat Shin Hye yang membuat Geun Suk kebingungan setengah mati. Kebiasaan istrinya yang selalu memendam apa yang ia rasa tanpa mau berbagi pada orang terdekatnya. Imbasnya ya pada Geun Suk sendiri. Pria itu akan diabaikan, di diami, dianggap seperti patung, dan perlakuan-perlakuan menyebalkan lainnya. KDRT tidak termasuk ya.

***

“Jagungnya manis, enak”.

“Benarkah? Kalau begitu…”. Shin Hye kembali menuangkan sup jagung buatannya kedalam mangkuk sarapan Yerin. “Yerin habiskan semua”.

Yerin tersenyum lebar, ia langsung melahap sup jagunya dengan semangat.

Tak jauh dari Shin Hye dan Yerin, Geun Suk berdiri dengan wajah irinya. Tidak salah bukan jika ia ingin menjadi Yerin. Shin Hye memperlakukan anak kecil itu dengan sangat baik, sementara padanya… jangan ditanya. Padahal Geun Suk juga ingin diberikan senyum cerah oleh Shin Hye.

Dulu, sebelum Geun Suk memperlihatkan sinyal-sinyal cintanya, Shin Hye selalu bersikap manis. Seharusnya, setelah Geun Suk menunjukkan sinyal-sinyal cintanya pada Shin Hye, perlakukan wanita itu akan lebih manis lagi. Ini malah sebaliknya. Entahlah, wanita dengan segala tingkahnya yang membingungkan.

“Selamat pagi”. Geun Suk menyapa sambil berjalan mendekati Shin Hye dan Yerin.

“Selamat pagi paman dokter”. Yerin balas menyapa dengan senyum cerah, secerah matahari di siang hari.

Shin Hye?

“Ya Tuhan, kau bau sekali”.

Geun Suk mematung. Mendengar pekikan Shin Hye membuat gerakannya untuk duduk ia urungkan, pria itu kembali berdiri dengan tegak. “Siapa?”.

“Kau”.

Geun Suk mencium sendiri bau badannya. Tidak bau sama sekali, dia ini sudah mandi, rapi dan wangi. Jadi rasanya janggal saja jika Shin Hye mengatainya bau.

“Aku kan sudah mandi, tidak mungkin aku bau”.

“Nyatanya apa? Kau memang bau. Mandi lagi sana!”. Usir Shin Hye dengan sadis.

Shin Hye menjepit hidungnya dengan jarinya. Sementara Geun Suk dan Yerin memandang Shin Hye dengan mulut menganga.

***

Yerin sudah dibawa oleh dokter Kang untuk menjalani kemoterapi. Sementara Geun Suk sendiri sedang bertemu pasien yang ingin berkonsultasi diruangannya. Suasana hatinya masih sama seperti kemarin-kemarin, kacau. Ia masih mencari cara untuk membuat keadaan kembali seperti semula sebelum sinyal-sinyal cinta ia tunjukkan pada Shin Hye.

Bukan bermaksud terlalu percaya diri atau apa, sebenarnya Geun Suk sendiri bisa merasakan Shin Hye juga memiliki rasa terhadapnya. Tapi, karena rasa takutnya itu yang membuat Shin Hye tidak mau mengakui perasaannya dan berusaha untuk membuang hal itu jauh-jauh. Geun Suk sangat ingin menghilangkan rasa takut Shin Hye, tapi ia pun bingung bagaimana caranya.

Kalau saja istrinya mau lebih terbuka, mungkin semuanya akan terasa lebih mudah.

“Hoy!.”

Geun Suk terperanjat, saat sudah bisa menguasai dirinya, Geun Suk memberikan tatapan tajamnya pada dokter Kang. “Sekali lagi kau mengagetkanku, hidupmu akan berakhir dengan suntik mati”.

“Lakukan, dan aku akan menghantuimu sampai kau gila”.

Geun Suk mendengus. Ia tidak membalas ucapan dokter Kang dan memilih untuk mengambil alih Yerin dari gendongan dokter Kang, gadis kecil itu tertidur.

“Dia sempat menangis saat proses kemoterapi-nya akan dimulai”.

“Benarkah? Lalu bagaimana kau menanganinya?.”

Dokter Kang berdehem, lalu menganggkat dagunya dengan pongah. “Karena aku adalah laki-laki yang memiliki aura daddy-able, hal seperti itu mah kecil untukku.”

“Dasar sombong.”

“Bilang saja kau iri”. Dokter Kang langsung berlari dari sana saat melihat Geun Suk mengambil ancang-ancang untuk melemparnya dengan botol obat yang entah pria itu dapatkan dari mana.

“Awas kau ya.” Umpat Geun Suk dengan pelan, mengingat ada Yerin bersamanya saat ini.

***

Shin Hye duduk dengan gelisah diruang tunggu sebuah klinik yang tak jauh dari butiknya. Salahkan Sora yang memaksanya untuk kesini hanya karena Shin Hye bercerita mengenai perubahan mood yang beberapa waktu ini ia alami serta pernyataan Shin Hye yang mengatakan bahwa dirinya telah telat datang bulan.

Sora telah menarik kesimpulan bahwa dirinya telah hamil.

Ya Tuhan, itu sangat mustahil mengingat ia masih mengonsumsi obat…

Kedua bola mata Shin Hye melebar saat ia menyadari telah lupa meminum obat itu lagi saat ia dan Geun Suk selesai bermain waktu itu. Ia menggeleng, mencoba menepis perkiraannya itu. Tidak! Tidak! Tidak!

Wanita itu menunduk, melihat kartu antrian yang ia genggam. Hanya tinggal menunggu dua pasien lagi sebelum tiba gilirannya untuk diperiksa. Semakin berjalannya waktu, maka rasa gelisah semakin menghantui Shin Hye.

Hamil bukanlah tujuannya saat ini. Baiklah, ia juga sama seperti wanita kebanyakan. Ingin hamil dan punya anak. Tapi saat ini, dalam keadaan seperti ini bukanlah waktu yang tepat bagi dirinya untuk hamil. Kalaupun nanti ternyata hasil pemeriksaan menunjukkan dirinya benar-benar hamil, entah bagaimana dirinya harus bersikap. Hati, perasaannya, serta rasa takutnya membuat Shin Hye kebingungan sampai nyaris gila. Terlebih, ia juga tidak yakin dengan reaksi Geun Suk nantinya, senangkah atau justru sebaliknya.

“Nyonya Park Shin Hye”.

Ah! Sudah berapa lama ia melamun? Wanita itu begegas menuju ruangan yang ditunjukkan oleh seorang perawat. Ia bertemu dengan seorang dokter wanita. Shin Hye langsung mengatakan niatnya serta membeberkan apa yang ia rasa beberapa waktu belakangan. Semua pemeriksaan ia jalani sampai pada waktu ia harus mendengar hasil pemeriksaannya dari dokter.

Senyum manis dokter wanita itu semakin membuat Shin Hye gelisah.

“Selamat Nyonya, Anda hamil. Tapi untuk memastikan semuanya lebih detail, lebih baik Anda memeriksakannya ke rumah sakit. Disini peralatannya kurang memadai”.

Shin Hye diam. Otaknya mencerna dengan baik setiap ucapan dokter wanita dihadapannya ini. Karena terlalu baik mencernanya, sampai-sampai dalam otaknya kini hanya ada kata ‘hamil’ yang melayang-layang didalam otaknya.

Aku harus bagaimana, Geun Suk?.

***

TBC

Pain of Love 20 (Last)

Jika kau disuruh memilih antara meninggalkan atau ditinggalkan, mana yang akan kau pilih?

Sulit? Memang. Keduanya memiliki arti menyakitkan didalamnya. Tapi, jika memang diharuskan untuk memilih, maka Shin Hye akan lebih memilih untuk meninggalkan. Setidaknya, dengan memilih meninggalkan, ia akan memiliki peluang besar untuk bisa kembali melanjutkan hidupnya. Meskipun, akan ada luka yang mengaga lebar dihatinya. Tapi, ia pikir itu akan lebih mudah untuk ditutupi.

Lalu, bagaimana dengan ditinggalkan? Mungkin akan terdengar sangat egois, tapi Shin Hye tidak mau ditinggalkan disamping ia memilih meninggalkan. Menerka-nerka alasan mengapa ia ditinggalkan adalah hal yang bahkan tidak sanggup Shin Hye bayangkan. Luka menganga yang satu ini, akan sangat sulit disembunyikan.

Dan, untuk beberapa alasan menyakitkan, Shin Hye sangat yakin Geun Suk memilih untuk meninggalkannya.

“Tak apa. Aku anggap itu sebagai balasan atas sikap buruk-ku selama ini. Tapi, selama kau masih disini, berbaring dengan nyaman disini, meskipun aku yakin kau tidak menyukainya, biarkan aku tetap merawatmu”.

Diluar sana, salju sedang turun dengan lebatnya. Hawa dingin yang tetap terasa meski penghangat ruangan sedang menyala, tidak pernah wanita itu hiraukan. Ia sudah terbiasa kedinginan ditengah suasana sepi. Lagi, ia menganggap rasa sepi ini adalah hukuman.

“Dia akan lahir sekitar satu bulan lagi. Dokter wanita itu bilang dia perempuan”.

Wanita itu selalu melakukan ini, berbicara meskipun tahu balasan yang ia terima hanyalah suara dari peralatan medis yang terpasang di tubuh Geun Suk.

Cukup lama ia terduduk. Menit berikutnya, ia berdiri dengan perlahan sambil sebelah tangannya menyangga perutnya yang buncit. Wanita itu berjalan dengan perlahan ke kamar mandi demi menyiapkan air hangat didalam wadah bundar berukuran sedang serta handuk putih. Ini waktunya untuk memandikan Geun Suk.

Shin Hye terisak. Sambil melihat air kran memenuhi wadah berwarna putih, Shin Hye duduk di pinggiran bathtub, ia mengelus-elus perutnya dengan pelan masih sambil terisak. Perut yang semakin membesar seiring dengan berkurangnya kepercayaan diri akan Geun Suk yang segera bangun. Kehadiran hadiah berharga yang ia sadari ditengah kesedihan yang merundungnya.

Air diwadah sudah penuh, dengan hati-hati Shin Hye membawa wadah itu, tak lupa ia menyampirkan handuk putih di pundak kanannya.

“Aena-ssi”.

Shin Hye keluar dari kamar mandi berbarengan dengan masuknya Aena kedalam ruangan Geun Suk. Wanita cantik itu meringis melihat Shin Hye yang membawa wadah berisi air yang hampir penuh dalam keadaan hamil besar seperti itu. Ia berjalan cepat menghampiri Shin Hye dan mengambil alih wadah tersebut.

“Harusnya kau minta bantuan suster”. Ia menggerutu sambil meletakkan wadah tersebut dinakas.

“Apa ada masalah dengan perusahaan Geun Suk?”.

“Tidak. Aku hanya ingin melihatnya. Lagi pula, Geun Suk memiliki Leo yang pintar dan juga… seksi”. Aena berbisik diujung kalimatnya.

Shin Hye tersenyum. Sambil mengelap tangan Geun Suk dengan handuk yang telah ia basahi, Shin Hye mengucapkan terima kasih yang besar pada Leo yang rela direpotkan dengan urusan perusahaan Geun Suk selama beberapa waktu ini. Ia akan mengucapkan terima kasihnya lagi pada Leo saat pria itu datang kemari.

“Si bodoh ini, kapan dia bangun?”.

“Entahlah. Atau mungkin dia tidak akan bangun”.

“Kenapa kau jadi pesimis begini?”.

Shin Hye menghela napasnya. Kini ia tengah membersihkan wajah Geun Suk. Wajah yang dulu terlihat menyeramkan dimatanya kini terlihat pucat dan terlihat tirus. Setelah dirasa bersih, Shin Hye mengusap pipi Geun Suk dengan sayang menggunakan telapak tangannya. “Dia tidak mungkin bertahan seperti ini terus, Aena-ssi”.

“Kau bilang dia akan bangun”.

Shin Hye tersenyum. Memang, itulah yang selalu ia yakinkan dalam hatinya. Ia yakin Geun Suk bukan pria yang lemah, ia sangat yakin Geun Suk akan bangun meskipun entah kapan pria itu akan membuka kedua matanya. Tapi sekarang, melihat kondisi Geun Suk yang tidak menunjukkan perubahan apapun, mengingat lamanya Geun Suk tertidur, membuat Shin Hye mulai pesimis.

Shin Hye takut Geun Suk akan benar-benar meninggalkannya.

***

Shin Hye sarapan dalam diam ditemani dengan suasana sepi yang sudah terbiasa diterimanya. Beberapa menit yang lalu, suster datang untuk mengganti cairan infuse Geun Suk, dan tak lama setelahnya, Shin Hye memutuskan untuk membeli makanan di kantin rumah sakit dan memakannya di ruangan Geun Suk.

Sesekali ia meringis saat bayi didalam perutnya menendang dengan cukup kuat. Shin Hye tidak mempermasalahkan itu, ia justru bahagia dapat merasakan bayinya. Memikirkan tentang bayinya membuat Shin Hye juga memikirkan tentang apakah Geun Suk akan senang jika tahu dirinya akan menjadi seorang Ayah?

Ia akan menepis pikiran-pikiran negatif di otaknya ketika ia memikirkan reaksi Geun Suk terhadap bayinya.

“Selamat pagi Nona”. Leo datang. Pria itu membawa paper bag yang berisi pakaian Shin Hye. “Saya akan menemani Nona untuk bertemu dokter Lee”.

Shin Hye menggeleng. Ia menyudahi sarapannya, bangun berdiri dan meraih paper bag yang disodorkan oleh Leo padanya. “Aku bisa sendiri. Lebih baik kau disini, aku takut Geun Suk akan sadar dan tidak ada siapapun di sampingnya”.

Wanita ini bahkan masih menaruh harapan yang besar. Leo membatin. Ia merasa sangat kasihan pada istri dari Tuannya ini. Apalagi ketika melihat punggung rapuh milik Shin Hye yang menghilang dibalik kamar mandi. Pandangannya beralih pada Geun Suk, Tuannya yang terlihat begitu lemah. Berbeda sekali dengan terdahulu.

Leo meraih telapak tangan Geun Suk, sedikit meremasnya untuk memberikan kekuatan pada Tuannya itu untuk segera bangun.

“Leo-ssi, tolong jaga Geun Suk sebentar”.

Leo mengangguk. “Hati-hati Nona”.

***

Shin Hye keluar dari ruangan dokter Lee sambil melihat foto USG yang menampilkan wajah bayinya dengan cukup jelas. Air mata senantiasa menggenang di pelupuk matanya saat memperhatikan wajah bayinya, dia cantik.

Sesampainya diruangan Geun Suk, Shin Hye masih mendapati Leo disana. Duduk dengan setia disamping tempat tidur Geun Suk.

“Bagimana Nona? Apa Nona baik-baik saja”. Leo bertanya saat ia menyadari kehadiran Shin Hye.

“Aku dan bayiku baik-baik saja”.

Leo mengucap syukur. Setelah sedikit berbasa-basi, pria itu pamit. Urusan perusahaan Geun Suk harus ia handle sementara Tuannya belum sadarkan diri.

Kini hanya tinggal Shin Hye dan Geun Suk didalam ruangan. Wanita itu tersenyum sambil menduduki tempat yang semula di duduki oleh Leo. “Ini wajahnya, dia cantik bukan?”. Ujar Shin Hye sambil menunjukkan foto USG-nya pada Geun Suk. “Aku akan semakin bahagia jika kita bisa melihatnya bersama”. Gumamnya.

Benar, wanita manapun akan merasa sedih jika berada di posisi Shin Hye. Beruntung ia memiliki mental yang kuat untuk menghadapi ini semua, kalau tidak, bisa dipastikan Shin Hye sudah berakhir dengan bunuh diri.

Ia yakin tidak semua wanita bisa sepertinya. Melewati susahnya masa kehamilan sendirian, bersamaan dengan kondisi suaminya yang koma seperti ini. Jika ditanya apakah Shin Hye selalu menangis? Maka jawabannya adalah ya. Saat itu, saat awal-awal ia menyadari bahwa ia hamil. Wanita itu menangis meraung, menggoncang tubuh Geun Suk dan memaksa pria itu untuk membuka mata. Leo, dokter Min, juga Aena berhasil menenangkan Shin Hye.

Selain itu, Leo juga harus rela beberapa kali memenuhi keinginan wanita hamil yang disebut dengan ngidam. Dan Shin Hye benar-benar meminta maaf untuk itu.

Shin Hye meraih telapak tangan Geun Suk yang tidak dipasangi infuse, menggenggamnya dengan kedua tangan. Ia berharap hangat ditubuhnya bisa menular pada Geun Suk. Tatapan kosong yang Shin Hye tujukan pada wajah damai Geun Suk.

Setelah puas dengan menggenggam telapak tangan Geun Suk, Shin Hye meletakkan telapak tangan pria itu di pipi kirinya. Kedua mata wanita itu terpejam, menikmati dinginnya telapak tangan Geun Suk.

Ingatannya kembali pada saat ia pertama kali di ‘culik’ oleh Geun Suk. Diperlakukan dengan kasar dan terkadang diperlakukan degan manis. Lalu semua perlawanannya dan sikap buruknya terhadap Geun Suk. Semua itu sangat ia ingat dan memiliki tempat tersendiri diotaknya. Shin Hye bersalah, ia tahu benar tentang itu. Semua sikap Geun Suk ternyata memiliki alasan yang sangat berarti. Alasannya adalah untuk membuatnya kembali mengingat pria itu.

Kini, saat ingatannya sudah kembali. Ia malah merasa bersalah atas sikap buruknya pada Geun Suk.

“Maka dari itu, bangunlah agar aku bisa menebus kesalahanku padamu”. Shin Hye membuka kedua matanya dan satu tetes air mata jatuh membasahi pipnya yang putih.

Wanita itu kembali terdiam cukup lama, sampai ia merasakan usapan-usapan pelan nan halus di pipinya. Shin Hye terkesiap, ini bukan tangannya yang mengusap pipinya sendiri. Usapan itu masih ia rasakan seiring dengan detak jantungnya yang berdegub dengan kencang serta air matanya yang semakin berjatuhan.

Shin Hye sulit untuk percaya ini, tapi usapan lembut ini terasa benar-benar nyata.

Senyum haru ia terbitkan sambil terus menggenggam telapak tangan Geun Suk.

Kau sadar, Geun Suk.

***

END