Reincarnation 2

“Ra-ramenku”.

Shin Hye masih mematung, dengan mulut yang penuh dengan ramen ia menatap pria dihadapannya tanpa berkedip. Matilah aku, ayo lari Shin Hye!

Mengikuti kata hatinya, Shin Hye langsung melesat lari bersama ramen yang tadi ia makan. Ia tidak peduli saat ia menabrak beberapa pejalan kaki.

“Ramen! Tunggu!”.

Shin Hye menoleh kebelakang, meringis saat pria tadi mengejarnya. “Ahjussi, ayo keluar.. Tolong aku”.

Berlari, berlari, berlari.. Itulah yang Shin Hye pikirkan saat ini. Ia tidak mau mendapat masalah karena memakan ramen sembarangan. Ia bahkan tidak mempedulikan lampu untuk pejalan kaki masih berwarna merah saat di zebra cross. Hingga ada sebuah mobil yang hampir saja menabraknya jika saja tidak ada yang menarik tangan Shin Hye untuk menghindar.

Cup ramen yang sedari tadi pegang Shin Hye pun melayang sebelum akhirnya jatuh diatas aspal.

Shin Hye?

Dia sedang saling pandang dengan pria yang tadi mengejarnya sambil berpelukan mesra. Pandang-memandang bagaikan drama romantis.

Seperti tersadar, pria itu segera melepaskan Shin Hye dengan sedikit kasar. “Apa kau gila?”.

Shin Hye tidak merespon, ia masih terdiam mencerna apa yang baru saja terjadi padanya. Kalau saja pria ini tidak menariknya, maka ia akan mati untuk kedua kalinya. “Tidak, tidak. Aku tidak mau mati untuk kedua kalinya”. Gumamnya pelan.

“Apa?”.

Shin Hye tersadar, dengan cepat ia meraih tangan kanan pria itu, menggerak-gerakkannya dengan cepat. “Terimakasih karena sudah menyelamatkanku”. Ucapnya polos dengan cengiran lebar, melupakan insiden ramen tadi.

Pria itu melepaskan tangannya dari genggaman tangan Shin Hye. Menatap wanita itu dengan tatapan kesalnya. “Kau harus mengganti ramenku”.

“A-aku tidak punya uang”. Cicit Shin Hye, wajahnya menunduk dalam tidak berani menatap pria dihadapannya.

Jang Geun Suk, pria yang saat ini sedang berhadapan dengan wanita aneh—menurutnya—ini hanya bisa mendesah pelan. Mau marah, tapi tidak tega melihat tampang menyedihkan wanita ini. Mau minta ganti, tapi wanita ini bilang tidak mempunyai uang. Hah~ mimpi apa Geun Suk semalam sampai harus mengalami kejadian ini.

“Sudahlah, jangan mengulanginya lagi. Kau mau dilaporkan kepolisi?”.

Shin Hye langsung menggeleng. Tapi, apa ada orang dilaporkan ke polisi hanya karena satu cup ramen?

Setelah menatap wanita dihadapannya cukup lama, Geun Suk akhirnya memilih untuk pergi dari sana. Ia ingin segera sampai dirumah, membersihkan diri dan beristirahat. Kepalanya mendadak pusing karena kejadian ini.

Sebenarnya, sejak berjalan untuk pulang tadi, Geun Suk sudah merasa ada yang mengikutinya. Tapi beberapa kali ia menoleh kebelakan, tak ada siapapun disana. Hingga sesaat sebelum ia membuka pagar rumahnya, Geun Suk menyempatkan diri untuk kembali menoleh ke belakang. Tidak ada siapapun. Pria itu mengangkat bahu tidak peduli dan kembali berbalik…

“Aaarrggghhh!!!”.

Ah! Sejak kapan wanita itu ada dihadapannya. Ini memang masih siang tapi siapapun akan terkejut jika seorang perempuan berambut panjang dan bergaun putih tiba-tiba muncul dihadapanmu.

“Kau! Kenapa kau ada disini?”. Geun Suk bertanya dengan napas yang masih memburu, dia benar-benar terkejut, keringat dingin bahkan sudah membasahi keningnya.

“Apa ini rumahmu?”.

Lihatlah! Bukannya menjawab pertanyaan Geun Suk wanita itu malah bertanya balik, dengan tampang polos pula. Membuat Geun Suk semakin dongkol.

“Ah! Namaku Park Shin Hye, senang bertemu denganmu”. Ia mengatakan itu dengan senyum lebar bin polos dibibirnya.

“Sayangnya aku tidak senang bertemu denganmu. Sudah sana pulang”. Pria itu langsung membuka pagar rumahnya lalu menguncinya kembali setelah ia masuk kedalam.

“Tunggu!”.

Geun Suk berbalik. “Apa?”.

“Mmm.. Itu mmm… Bolehkah aku tinggal disini?”.

“Apa? Kau pasti sudah gila”. Ayolah, Geun Suk tidak mau menjadi bahan gunjingan karena membiarkan seorang gadis tinggal serumah dengannya.

“Ini hanya untuk sementara, aku mohon”.

“Sementara atau selamanya tetap saja tidak bisa. Lagipula kenapa harus aku, kau bisa pergi ke rumah temanmu, atau menyewa tempat tinggal”.

“Karena kau orang kedua yang berbicara dengan ku selain Ahjussi itu setelah aku kembali lagi ke sini. Lalu, aku tidak mempunyai teman satu pun, uang pun aku tak punya”.

Ahjussi?

“Kenapa kau tidak tinggal saja dengan Ahjussi itu?”.

“Masalahnya dia juga tidak mempunyai tempat tinggal. Mungkin”. Shin Hye bergumam mengatakan satu kata terakhir diucapannya.

Such a bad day, sebenarnya ada apa dengan hari ini. Kenapa ia harus dipertemukan dengan perempuan aneh ini. Kata-katanya tidak jelas, dia bilang dirinya adalah orang kedua yang berbicara dengannya setelah perempuan itu kembali kesini. Memangnya perempuan itu dari mana? Lagi pula, apa perempuan itu tidak mempunyai keluarga, teman, atau saudara? Tidak mungkin sekali.

“Aku akan tetap disini sampai kau mengizinkanku masuk”.

Geun Suk mendengus kasar. “Baiklah. Tapi, menjelang malam akan banyak anjing liar disekitar sini”. Itu hanya gertakan agar Shin Hye pergi. Lagipula, mana ada anjing liar disini.

***

“Kau gila?”.

“Maaf Tuan, warisan tersebut masih sepenuhnya milik Nona Shin Hye. Jika memang terbukti Nona Shin Hye sudah mati, barulah Anda berhak atas warisan tersebut”.

Park Tae Il menghempaskan selembar kertas wasiat yang baru saja ia baca. Ia mengendurkan dasi yang melingkar dilehernya demi melepaskan hawa mencekik yang tiba-tiba saja datang setelah mendengarkan penjelasan pengacara keluara Park.

Sia-sia saja ia membunuh kedua orang tua Shin Hye jika akhirnya akan begini. Tapi, ia yakin rumah itu terbakar semua, jadi ia yakin juga bahwa Shin Hye ikut mati terpanggang. Jasad keponakannya itu memang tidak ditemukan setelah api padam dan polisi melakukan evakuasi korban.

“Jika memang seperti itu, berarti dia masih hidup”.

***

Siang sudah berganti malam, sementara Shin Hye masih berjongkok didepan rumah Geun Suk sambil memainkan krikil-krikil kecil dijalan. Ia menghirup napas dan menghembuskannya dengan kasar, begitu seterusnya untuk mengusir kebosanan. Sesekali ia menengok ke rumah Geun Suk, memastikan apakah pria itu akan keluar lagi atau tidak.

“Apa kau tidak punya harga diri?”.

Shin Hye tersentak, lagi-lagi pria yang ia panggil Ahjjussi itu datang dengan mengagetkannya. Wanita itu berdiri dengan kesal. “Apa hobi-mu itu mengagetkan orang?”.

“Apa kau itu orang?”.

“Kalau begitu, apa aku hantu?”.

Ahjussi itu diam dengan tampang kesukaannya, datar. “Sudahlah, ayo pergi dari sini”.

“Tidak mau”.

“Kau tidak bisa menolak”.

“Aku tidak mau, harus berapa kali aku mengatakannya. Jika aku pergi denganmu lagi, yang ada aku bisa tiba-tiba berada ditempat aneh lagi”. Memang benar, Ahjussi itu selalu menempatkannya ditempat seperti sekolahan, kantor, gudang pabrik, bahkan club. Membuat Shin Hye pusing memikirkan cara keluar dari tempat-tempat itu.

Sementara itu didalam rumah, Geun Suk diam-diam mengintip Shin Hye dan pria itu langsung ternganga setelah melihat apa yang wanita itu lakukan didalam sana. “Dia berbicara sendiri? Benar-benar gila”. Gumamnya.

Pria itu memilih menyudahi acara mengintipnya, lalu kembali memfokuskan diri pada ramen yang baru saja ia buat. Tadi itu, ia sedang iseng saja ingin melihat wanita itu sudah pergi atau belum. Tapi nayatanya wanita itu malah berbicara sendiri didepan rumahnya, aneh.

Ah~ lidahnya bagai menari saat mengecap rasa ramen yang baru saja ia makan satu suap. Dari siang ia ingin sekali makan makanan ini, tapi gara-gara wanita itu ia gagal menikmati ramennya siang tadi.

“Menghilang saja sana, biasanya juga kau selalu menghilang. Pergi!!! Pergi!!!”.

Suara wanita itu bahkan kini sudah terdengar sampai didalam rumahnya. Geun Suk menggeram, ini akan menjadi masalah jika para tetangganya keluar dan melihat seorang perempuan sedang ngamuk didepan rumahnya.

Pria itu bangkit dan dengan langkah kesal keluar dari rumahnya. Diambang pintu ia melihat kedua tangan wanita itu terayun seperti mendorong seseorang.

“Geun Suk, siapa wanita itu?”.

Oh! Paman Kim, dia bahkan sudah keluar dari rumah. Ugh! Sial sekali harimu, Geun Suk.

“Dia temanku”. Geun Suk tersenyum canggung. Dengan cepat ia melangkah mendekati Shin Hye dan menarik wanita itu kedalam rumah. Membuat seorang pria berjas yang sedari tadi beradu argumen dengan Shin Hye mendengus tak suka dan menghilang setelahnya.

Didalam rumah…

“Aku tahu kau ini gila, tapi bisakah kau tidak membuat kebisingan didepan rumahku?”. Ujar Geun Suk setelah ia mengehempaskan tangan Shin Hye yang semula ia genggam dengan sedikit kasar.

“Aku tidak gila”. Mata Shin Hye melirik semangkuk ramen yang masih tersisa diatas meja bundar kecil didepan tv. Ia meneguk ludahnya sendiri beriringan dengan suara perutnya yang berdendang nyaring.

“Kalau kau tidak gila, kau tidak akan berbicara sendiri didepan rumah orang”.

“A-aku tidak berbicara sendiri, aku bersama Ahjussi tadi dan dia mengajakku pergi, tapi aku tidak mau”. Ujar Shin Hye tanpa menyadari apa yang telah ia ucapkan. Fokusnya hanya tertuju pada ramen.

“Kalau begitu, suruh Ahjussi itu untuk menjemputmu dan membawamu pulang”.

“Hah?”. Shin Hye tersadar, ia menatap Geun Suk dengan bingung.

“Suruh Ahjussi itu untuk menjemputmu disini”.

“A-aku… Tapi aku lapar, bolehkah… Ah tidak! Aku akan memakan ramenmu”. Tanpa mempedulikan reaksi Geun Suk, wanita itu segera duduk dihadapan meja bundar tersebut dan memakan ramennya dengan lahap.

Jangan tanyakan lagi bagaimana tampang Geun Suk, pria itu hanya mematung dengan mulut menganga. Dua kali ramennya dimakan secara paksa oleh wanita itu.

“Bagaimana mungkin ada perempuan seperti ini di dunia”.

***

TBC

Reincarnation 1

“Ya! Cepat bangun”.

Lama menunggu, namun seseorang yang dibangunkannya tidak nampak menunjukkan tanda-tanda akan terbangun. Pria berpakaian jas formal itu berdecak, kemudian menarik sejumput rambut seseorang tersebut dengan cukup kuat.

“Akh!!”.

“Kau wanita yang pemalas”. Gumam pria itu saat melihat seseorang yang tadi tertidur kini sedang mengusap kepalanya yang terasa sakit.

“Dimana ini?”. Ucap wanita itu seraya memperhatikan sekeliling ruangan tempatnya berada sekarang. “Kenapa kau membawaku kesini?”.

“Terserah aku kan?”.

Wanita itu mendengus. “Kau memang selalu seenaknya”.

“Park Shin Hye, kau ingat persyaratan yang kuberikan padamu kan?”. Tanya pria itu tanpa menghiraukan dengusan wanita itu barusan.

“Tentu saja”.

“Sebutkan”.

Wanita bernama Shin Hye itu berdehem. “Kau akan menghapus ingatanku tentang kenangan-kenangan yang terjadi selama aku hidup baik itu bersama orang tuaku maupun bersama teman-temanku. Sebagai gantinya, aku hanya akan mengingat dendamku terhadap pamanku”. Shin Hye berhenti saat melihat pria yang bersamanya mengangguk-anggukkan kepala.

“Shin Hye, aku lupa memberitahu-mu satu hal”.

“Apa?”.

Pria itu menatap Shin Hye dengan serius. “Jangan mempercayai siapapun. Jangan sampai kau jatuh cinta, karena semakin dalam kau jatuh cinta maka tubuhmu akan semakin pudar dan kau akan benar benar mengilang. Itulah resiko yang harus kau terima saat kau memohon ingin hidup kembali demi membalaskan dendam kematian orang tuamu”.

Shin Hye mengangguk-anggukan kepalanya. “Lagipula siapa yang akan jatuh cinta pada orang yang pernah mati sepertiku”. Gumamnya.

“Dan jangan mengajakku berbicara saat ada orang banyak. Kecuali kau ingin dianggap gila”.

“Nde, Ahjju-“.

“Aku belum setua itu untuk kau panggil Ahjjusi”.

Pria itu menghilang setelah melayangkan protesnya. Meninggalkan Shin Hye dengan perasaan bingungnya. “Aku hanya memanggilnya Ahjjusi, kenapa dia harus semarah itu?”.

***

Dimusim panas seperti ini biasanya cafe-cafe yang menyediakan berbagai macam minuman dingin banyak dikunjungi oleh orang-orang. Membuat pendapatan cafe meningkat dan tak jarang pegawainya akan mendapatkan gaji lebih dari biasanya.

Jang Geun Suk, pria itu sedang sibuk membuatkan pesanan pengunjung saat ponselnya berdering. Ia menghentika sejenak pekerjaannya demi menjawab panggilan masuk diponselnya.

“Seung Woo-ya, ada apa?”. Pria itu mengapit ponselnya diantara pipi dan bahunya sementara ia melanjutkan pekerjaannya.

“Tidak bisa, aku sedang sibuk sekali”.

Ting!

Geun Suk membunyikan bel, membuat seorang pelayan menghampirinya untuk mengantarkan pesanan yang sudah jadi pada pengunjung.

“Tidak bisakah kau menghubungi pelayanan delivery? Aku bukan bagian khusus delivery jadi aku tidak bisa mengantarkan pesananmu kerumah. Sudah ya, aku tutup”.

Geun Suk memutus sambungan telepon sepihak. Ia menghela napas dan menyeka keringat didahinya. Pesanan yang masuk cukup banyak, membuatnya harus mengeluarkan tenaga ekstra dari hari-hari biasanya.

“Hyung, jam shift-mu sudah selesai. Biar aku yang melanjutkan”. Kim Min Jae, pemuda itu datang menghampiri Geun Suk dengan seragam kerjanya yang sudah ia pakai.

Geun Suk tersenyum. “Pesanannya banyak sekali hari ini, kau haru mengeluarkan tenaga ekstra”.

“Jangan khawatir Hyung, kau tahu aku kuat”.

“Ara”. Geun Suk menepuk pundah Min Jae sebelum ia pergi ke tempat penyimpanan barang khusus karyawan. Berganti pakaian terlebih dahulu sebelum akhirnya pulang.

***

Shin Hye berjalan dengan kaki berjinjit. Dalam hati ia merutuki Ahjjusi berjas yang selalu seenaknya itu karena tidak memberikannya sepatu atau sandal. Ini musim panas, man. Dan berjalan dengan tanpa alas kaki adalah ide yang buruk, karena panas. Terlebih ia berjalan tanpa arah dan tujuan.

“Dasar Ahjjusi tua, kenapa dia tidak memberiku sandal. Apa dia lupa?. Bisa saja, lagi pula dia sudah tua, pikun”.

Shin Hye terus berjalan sampai ia ia menemukan sebuah kursi dibawah pohon yang rindang. Bagai sebuah oase dipadang pasir, wanita itu langsung berlari kencang menuju kursi itu, dan segera duduk disana.

Shin Hye mengibas-ngibaskan tangannya disekitaran wajah, ia benar-benar kepanansan. Seandainya saja ingatannya tidak dihapus, pasti saat ini ia tahu dimana harus menemui pamannya dan langsung balas dendam. Tapi masalahnya, ia tidak ingat apapun selain dendam atas kematian orang tuanya. Hah! Menjengkelkan.

“Siapa yang kau sebut menjengkelkan?”.

Shin Hye terperanjat saat Ahjjusi berjas itu tiba-tiba saja duduk disampingnya. “Bisakah kau memberi sinyal jika ingin datang?”.

“Siapa yang kau sebut menjengkelkan?”.

Shin Hye mendengus. “Aku tidak mengatakan menjengkelkan”.

“Benarkah? Apa aku salah dengar?”.

“Mungkin saja, kau kan sudah tua”.

“Ish”. Pria itu menatap Shin Hye tajam, namun wanita itu malah melengos tak peduli. “Sudahlah, kau sudah tahu alamat rumah paman-mu?”.

“Bagaimana aku tahu? Kau menghapus semua ingatanku”. Shin Hye mengatakan itu dengan wajah yang begitu dekat dengan pria dihadapannya. Sampai telunjuk pria itu menunjuk kening Shin Hye dan menjauhkan wajah wanita itu.

Shin Hye mendengus, tangannya beralih mengusap-usap perutnya dari luar dress putih yang ia pakai. Perutnya sudah mulai berbunyi minta diisi, ia bahkan lupa kapan terakhir kali ia makan.

“Ahjjusi, kau kan mempunyai kekuatan ajaib. Bisakah kau memunculkan makanan untukku sekarang? Aku benar-benar lapar”. Shin Hye menoleh kesamping dan menmukan tempat yang semula diduduki oleh pria tadi sudah kosong.

“Dia menghilang lagi? Hah, baiklah. Menghilang saja sana. Kau memang tidak bisa diandalkan. Dasar orang tua”. Shin Hye pergi dari sana dengan langkah kesal, sesekali meringis saat telapak kakinya merasakan panas.

Sementara itu, pria yang bersama Shin Hye tadi terlihat berdiri dibalik pohon lain. Memperhatikan kekesalan Shin Hye dengan senyum tipis dibibirnya.

***

Sebelum pulang, Geun Suk menyempatkan diri mampir ke sebuah mini market, membeli beberapa kebutuhan dan makan ramen disana. Pria itu duduk didepan minimarket selagi menunggu ramennya matang.

“Ah! Aku lupa membeli minum”. Pria itu bergumam dan bergegas masuk kembali kedalam minimarket dan membiarkan ramennya diluar.

Sementara itu…

Shin Hye berjalan melewati sebuah mini market , matanya berbinar saat melihat satu cup ramen yang ia yakini tidak ada pemiliknya itu. Kesempatan, apalagi perutnya semakin berbunyi nyaring.

Dengan cepat wanita itu meraih cup ramen sasarannya. Memakannya dengan lahap, mengabaikan ramennya yang terasa masih panas.

“Siapa kau?”.

Shin Hye mematung, dengan mulut yang penuh ramen, perlahan ia berbalik dan menemukan seorang pria kini tengah menatapnya dengan tatapan bingung.

“Ra-ramenku”.

***

TBC

Reincarnation ‘Teaser’

Berhubung LBL tinggal bikin part akhir nya aja, aku ada ff baru nih.. Ff ini akan di post bergantian dengan POL yang akan di repost ulang dan akan ada perbaikan pada POL nantinya..

semoga pada suka yaa..

***

 Aku berdiri mematung memandang tubuhku sendiri yang terbujur diatas tempat tidur, diam dan tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali.

Kamarku perlahan diselimuti oleh asap pekat berwarna hitam. Aku berlari, meninggalakn tubuhku keluar kamar.

Api ternyata sudah membakar hampir separuh dari rumahku. Normalnya aku akan merasakan panas dengan kobaran api dihadapanku, namun yang terjadi aku justru tidak merasakan apapun. Langkahku bahkan terasa ringan. Aku kembali berlari menuju kamar orang tuaku.

Teriakan histeris keluar dari mulutku saat melihat Ayah dan Ibuku terbujur kaku dengan tubuh hitam karena terpanggang api.

Ini pasti hanya mimpi buruk…

Suara mobil terdengar diluar, aku segera berlari keluar menembus kobaran api yang menghalangi jalanku. Dan sekali lagi, aku tidak merasakan panas sama sekali.

Paman?

Benar, itu paman. Dia… Tertawa? Kenapa dia tertawa melihat rumahku yang terbakar hebat seperti ini?

“Selesai, aku hanya perlu menikmati semuanya. Bagus sekali kerja kalian. Ayo pergi, sebelum orang-orang datang kesini dan menemukan kita”.

Apa?

Setelah mobil itu pergi, otakku berusaha keras untuk mencerna setiap kata-kata yang keluar dari mulut paman.

“Kau harus ikut denganku”.

Aku tersentak. Saat berbalik, aku menemukan seorang pria memakai jubah berwarna hitam. Aku hanya bisa melihat mulutnya yang berwarna pucat karena setengah wajahnya tertutupi oleh tudung jubahnya.

“Siapa kau?”.

“Kau haru ikut denganku”.

Dia mengulanginya lagi dengan nada suara yang benar-benar datar. “Aku tidak mau, kau tidak lihat rumahku terbakar”.

Orang-orang disekitar rumahku mulai berdatangan. Suara riuh mulai terdengar, mereka berusaha mencari air untuk memadamkan api dirumahku. Beberapa dari mereka terlihat menghubungi petugas pemadam kebakaran setempat.

Aku menghampiri mereka, mengatakan bahwa Ayah dan Ibu masih ada didalam. Namun, sekeras apapun aku berbicara pada mereka, tidak ada satupun yang merespun ucapanku. Mereka terus sibuk dengan urusan mereka memadamkan api. Aku terus mencoba dan hasilnya tetap nihil.

“Kau tidak menyadarinya? Kau itu sudah mati”.